Wednesday, March 25, 2015

de-writings: The Riddle

 “Will you let me romanticize, the beauty in our London Skies,
You know the sunlight always shines, behind the clouds of London Skies.”

Lirik lagu yang dinyanyikan Jamie Cullum terdengar dari headphone yang terhubung ke iPod milik Danu. Lagu yang didengarnya tersebut berhasil sedikit menenangkan pikirannya yang masih berputar keras. Pesan misterius itu masih memenuhi otaknya.
“I TRACE STRATEGY VII”
Hanya sebaris kalimat itu yang tertera di sebuah kartu seukuran kartu pos, yang diterima Danu bersamaan dengan tiket pesawat dan dokumen perjalanan Jakarta – London. Sebaris kalimat yang tampak tidak memiliki arti, yang bahkan ketika dicari di mesin pencari Google tidak memunculkan hasil apa-apa. Namun kalimat itu seakan menantang untuk diartikan.
Seluruh perjalanan ini dibiayai oleh Noel Doyne, seorang seniman yang terkenal berkat keberhasilannya membuat The Yard, gelanggang teater berkonsep unik dari sebuah gudang tak terpakai. Perjalanan ini merupakan hadiah keberhasilan Danu dalam kompetisi desain interior dari proyek lain serupa The Yard di Indonesia. Noel merupakan salah seorang juri di kompetisi tersebut.
Petualangannya di kota London sudah dimulai dari pagi tadi, yang tentu saja langsung digunakannya untuk mengunjungi The Yard, karya Noel Doyne sang penyandang dana. Gelanggang teater yang berkelindan dengan bar dan tempat makan tersebut berada dekat dengan Stadion Queen Elizabeth Olympic Park, salah satu tempat penyelenggaraan Olimpiade 2012. Dari luar, tidak tampak gelanggang teater semacam Broadway, hanya tampak seperti gudang atau bahkan seperti hangar pesawat. Bahkan di dalamnya tidak juga tampak seperti gedung pertunjukan teater Broadway. Hanya tumpukan kursi berbeda bentuk yang disusun menjadi seperti kursi di gedung pertunjukan. Namun, kualitas akustik di dalamnya tidak kalah dengan Broadway. Konsep yang sangat luar biasa kreatif.
Bukan hanya karena ingin mengagumi konsep gelanggang teater tersebut, Danu juga ingin mencari petunjuk terkait teka-teki yang tertulis di kartu yang kini ada di genggamannya. Sebenarnya bisa saja Danu mengabaikan kartu tersebut jika saja di baliknya tidak terdapat tulisan tangan yang terbaca “Solve me! More rewards awaits.” Namun, setelah lama mengamati, tidak ada satu pun petunjuk mengenai suatu strategi, terlebih lagi strategi nomor tujuh yang tampak di The Yard.
Pasrah mencari petunjuk di The Yard, Danu memutuskan untuk kembali ke hotel tempatnya menginap di daerah dekat Tower of London. Sambil berjalan ke arah Stasiun Hackney Wick, tangannya sibuk memencet-mencet tombol ponselnya, menjawab pesan yang diterimanya dari Adinda, teman masa kecilnya yang sedang menempuh pendidikan di King’s College London. Mereka telah berkomunikasi sejak Danu masih di Indonesia, sepakat untuk saling bertemu di London. Belum sempat pesan yang diketiknya terkirim, ponselnya kembali bergetar. Sebuah pesan dari Noel diterima di ponselnya.
          “Dreamy giant eye looming from afar
          Against the Thames the shadows cast
          Chopsticks figure above bazaar
          Capsules going up and down too fast.”

Ah, teka-teki lagi. Noel memang seorang seniman yang suka dengan teka-teki.
Danu memutuskan untuk melanjutkan mengirimkan pesan yang tadi diketiknya.
“Mungkin Adinda bisa membantu memecahkan teka-teki ini,” pikir Danu. Ditunggunya Adinda di Stasiun Hackney Wick, tempat mereka berdua sepakat untuk bertemu.
“Nu! Sudah lama?” teriakan Adinda dari dalam stasiun memanggil Danu. Tangannya melambai-lambai menunjukkan keberadaannya di tengah kerumunan orang.
“Hey! ‘Nggak kok,” jawab Danu. “Adinda, kira-kira apa ya arti teka-teki ini?” tanya Danu sambil menunjukkan pesan yang tadi diterimanya.
“Ah, ini sih gampang. Giant eye, Thames, capsules. Jawabannya pasti London Eye. Eh, kebetulan dari stasiun ini bisa naik kereta ke sana. Kita turun di Stasiun Waterloo, lalu kita lanjutkan dengan berjalan kaki ke sana. Dekat kok,” Adinda menjelaskan. “Mau ke sana sekalian?”
“Sudah kuduga, kau pasti tahu. Tadinya aku sudah putus asa dan mau kembali ke hotel saja. Ayo lah!” Semangat Danu yang tadinya sudah menipis seperti kembali tersulut bara.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Setibanya di London Eye, atau yang disebut juga Millennium Wheel, hari sudah menjelang malam. Seperti deskripsi teka-tekinya, London Eye memang seperti mata raksasa yang melihat dari tepian sungai Thames. Untuk menyangga porosnya, terdapat dua tiang penyangga yang terlihat seperti sumpit menjulang tinggi. Yang disebut kapsul adalah wahana serupa yang dapat dinaiki untuk melihat kota London dari ketinggian. Lampu di tiap kapsul sudah dinyalakan, membuat London Eye terlihat sangat cantik, berpendar berwarna-warni.
“Selanjutnya apa lagi nih? Ada lagi yang kau cari di sini?” tanya Adinda.
“Entahlah. Petunjuk yang tersisa hanya kalimat “I TRACE STRATEGY VII” di kartu ini. Kira-kira ada yang kau ketahui tentang strategi nomor tujuh? Atau tentang pencarian strategi?” rasa putus asa Danu mulai menyeruak kembali.
“Hahaha. Tidak satu pun mengenai kalimat itu aku mengerti. Come on! Danu yang aku tahu tidak mudah putus asa. Just think out of the box!” Adinda malah tertawa melihat dahi teman masa kecilnya mulai berkerut.
“Tidak ada petunjuk lain selain kalimat itu. Bagaimana caranya aku menemukan jawabannya?” keluhan Danu semakin membanjir. “Sudah kucari melalui mesin pencari di internet, tetap tidak ada jawaban. Petunjuk lainnya hanya puisi yang menggambarkan London Eye ini.”
“Ah, mungkin penyandang danamu hanya ingin kau bersenang-senang di kota London ini, Kawan. Siapa namanya? Mungkin bisa kutanyakan ke penjaga tiket di sana,” Adinda menawarkan solusi.
“Noel Doyne. Seniman sinting. Bikin pusing saja. Ya sudahlah, ayo kita naik kapsul London Eye ini saja. Tanggung, sudah sampai di sini,” Danu mulai menyerah.
Adinda mulai berjalan untuk mengantre tiket masuk. “Nanti akan kutanyakan ke penjaga tiketnya.”
“Noel Doyne? Tunggu! Noel Doyne – London Eye. Namanya tampak seperti anagram buatku. Aha! Apa itu petunjuk juga?” pikir Danu dalam hati.
Adinda kembali membawa 2 tiket. “Nihil. Mereka bahkan tidak tahu siapa itu Doyne. Apalagi Strategy VII.”
“Tidak apa-apa. Itu anagram. Dan sepertinya teka-teki kita anagram juga. Ayo kita mulai naik wahananya! Aku jelaskan di dalam saja,” mata Danu berbinar-binar.
Selama mereka di dalam kapsul, mereka saling memikirkan kemungkinan dari anagram tersebut. Tepat di puncak London Eye, lampu pijar di kepala Danu menyala terang. Ia menyadari sesuatu. Terlihat billboard British Council yang berada di seberang sungai Thames. Di situ tertulis kalimat yang sama yang sedang dipikirkan Danu, jawaban dari teka-teki Noel yang sudah memenuhi otaknya dari pagi.

Creativity is GREAT.

-- The End --

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Cerpen ini ditulis dalam rangka lomba menulis cerpen #IGoToUK #CreativityisGREAT yang diadakan oleh Fantasious dan British Embassy Jakarta.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Karakter favorit saya dalam serial Game of Thrones adalah Missandei. Alasannya dia mempunyai kemampuan menguasai beberapa bahasa sekaligus di usia muda: High Valyrian, Ghiscari Valyrian, Dothraki, dan Bahasa Umum Westeros.



London Eye photo credit to 5Martyn5 at lumixgexperience.panasonic.co.uk
Missandei photo credit to HBO