“Will you let me romanticize, the beauty in
our London Skies,
You know the sunlight always
shines, behind the clouds of London Skies.”
Lirik lagu yang dinyanyikan Jamie
Cullum terdengar dari headphone yang
terhubung ke iPod milik Danu. Lagu yang didengarnya tersebut berhasil sedikit
menenangkan pikirannya yang masih berputar keras. Pesan misterius itu masih memenuhi
otaknya.
“I TRACE STRATEGY VII”
Hanya sebaris kalimat itu yang
tertera di sebuah kartu seukuran kartu pos, yang diterima Danu bersamaan dengan
tiket pesawat dan dokumen perjalanan Jakarta – London. Sebaris kalimat yang
tampak tidak memiliki arti, yang bahkan ketika dicari di mesin pencari Google
tidak memunculkan hasil apa-apa. Namun kalimat itu seakan menantang untuk
diartikan.
Seluruh perjalanan ini dibiayai
oleh Noel Doyne, seorang seniman yang terkenal berkat keberhasilannya membuat The
Yard, gelanggang teater berkonsep unik dari sebuah gudang tak terpakai. Perjalanan
ini merupakan hadiah keberhasilan Danu dalam kompetisi desain interior dari proyek
lain serupa The Yard di Indonesia. Noel merupakan salah seorang juri di
kompetisi tersebut.
Petualangannya di kota London
sudah dimulai dari pagi tadi, yang tentu saja langsung digunakannya untuk mengunjungi
The Yard, karya Noel Doyne sang penyandang dana. Gelanggang teater yang berkelindan
dengan bar dan tempat makan tersebut berada dekat dengan Stadion Queen
Elizabeth Olympic Park, salah satu tempat penyelenggaraan Olimpiade 2012. Dari luar,
tidak tampak gelanggang teater semacam Broadway, hanya tampak seperti gudang atau
bahkan seperti hangar pesawat. Bahkan di dalamnya tidak juga tampak seperti
gedung pertunjukan teater Broadway. Hanya tumpukan kursi berbeda bentuk yang
disusun menjadi seperti kursi di gedung pertunjukan. Namun, kualitas akustik di
dalamnya tidak kalah dengan Broadway. Konsep yang sangat luar biasa kreatif.
Bukan hanya karena ingin mengagumi
konsep gelanggang teater tersebut, Danu juga ingin mencari petunjuk terkait
teka-teki yang tertulis di kartu yang kini ada di genggamannya. Sebenarnya bisa
saja Danu mengabaikan kartu tersebut jika saja di baliknya tidak terdapat
tulisan tangan yang terbaca “Solve me!
More rewards awaits.” Namun, setelah lama mengamati, tidak ada satu pun
petunjuk mengenai suatu strategi, terlebih lagi strategi nomor tujuh yang
tampak di The Yard.
Pasrah mencari petunjuk di The
Yard, Danu memutuskan untuk kembali ke hotel tempatnya menginap di daerah dekat
Tower of London. Sambil berjalan ke arah Stasiun Hackney Wick, tangannya sibuk
memencet-mencet tombol ponselnya, menjawab pesan yang diterimanya dari Adinda,
teman masa kecilnya yang sedang menempuh pendidikan di King’s College London. Mereka
telah berkomunikasi sejak Danu masih di Indonesia, sepakat untuk saling bertemu
di London. Belum sempat pesan yang diketiknya terkirim, ponselnya kembali
bergetar. Sebuah pesan dari Noel diterima di ponselnya.
“Dreamy
giant eye looming from afar
Against
the Thames the shadows cast
Chopsticks
figure above bazaar
Capsules
going up and down too fast.”
Ah, teka-teki lagi. Noel memang
seorang seniman yang suka dengan teka-teki.
Danu memutuskan untuk melanjutkan
mengirimkan pesan yang tadi diketiknya.
“Mungkin Adinda bisa membantu
memecahkan teka-teki ini,” pikir Danu. Ditunggunya Adinda di Stasiun Hackney
Wick, tempat mereka berdua sepakat untuk bertemu.
“Nu! Sudah lama?” teriakan Adinda
dari dalam stasiun memanggil Danu. Tangannya melambai-lambai menunjukkan
keberadaannya di tengah kerumunan orang.
“Hey! ‘Nggak kok,” jawab Danu. “Adinda, kira-kira apa ya arti teka-teki
ini?” tanya Danu sambil menunjukkan pesan yang tadi diterimanya.
“Ah, ini sih gampang. Giant eye, Thames, capsules. Jawabannya pasti London Eye. Eh, kebetulan dari stasiun
ini bisa naik kereta ke sana. Kita turun di Stasiun Waterloo, lalu kita
lanjutkan dengan berjalan kaki ke sana. Dekat kok,” Adinda menjelaskan. “Mau ke
sana sekalian?”
“Sudah kuduga, kau pasti tahu. Tadinya
aku sudah putus asa dan mau kembali ke hotel saja. Ayo lah!” Semangat Danu yang
tadinya sudah menipis seperti kembali tersulut bara.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Setibanya di London Eye, atau yang
disebut juga Millennium Wheel, hari sudah menjelang malam. Seperti deskripsi
teka-tekinya, London Eye memang seperti mata raksasa yang melihat dari tepian
sungai Thames. Untuk menyangga porosnya, terdapat dua tiang penyangga yang
terlihat seperti sumpit menjulang tinggi. Yang disebut kapsul adalah wahana serupa
yang dapat dinaiki untuk melihat kota London dari ketinggian. Lampu di tiap
kapsul sudah dinyalakan, membuat London Eye terlihat sangat cantik, berpendar
berwarna-warni.
“Selanjutnya apa lagi nih? Ada
lagi yang kau cari di sini?” tanya Adinda.
“Entahlah. Petunjuk yang tersisa
hanya kalimat “I TRACE STRATEGY VII”
di kartu ini. Kira-kira ada yang kau ketahui tentang strategi nomor tujuh? Atau
tentang pencarian strategi?” rasa putus asa Danu mulai menyeruak kembali.
“Hahaha. Tidak satu pun mengenai kalimat
itu aku mengerti. Come on! Danu yang
aku tahu tidak mudah putus asa. Just
think out of the box!” Adinda malah tertawa melihat dahi teman masa kecilnya
mulai berkerut.
“Tidak ada petunjuk lain selain
kalimat itu. Bagaimana caranya aku menemukan jawabannya?” keluhan Danu semakin
membanjir. “Sudah kucari melalui mesin pencari di internet, tetap tidak ada
jawaban. Petunjuk lainnya hanya puisi yang menggambarkan London Eye ini.”
“Ah, mungkin penyandang danamu
hanya ingin kau bersenang-senang di kota London ini, Kawan. Siapa namanya?
Mungkin bisa kutanyakan ke penjaga tiket di sana,” Adinda menawarkan solusi.
“Noel Doyne. Seniman sinting.
Bikin pusing saja. Ya sudahlah, ayo kita naik kapsul London Eye ini saja.
Tanggung, sudah sampai di sini,” Danu mulai menyerah.
Adinda mulai berjalan untuk mengantre
tiket masuk. “Nanti akan kutanyakan ke penjaga tiketnya.”
“Noel Doyne? Tunggu! Noel Doyne –
London Eye. Namanya tampak seperti anagram buatku. Aha! Apa itu petunjuk juga?”
pikir Danu dalam hati.
Adinda kembali membawa 2 tiket. “Nihil.
Mereka bahkan tidak tahu siapa itu Doyne. Apalagi Strategy VII.”
“Tidak apa-apa. Itu anagram. Dan sepertinya
teka-teki kita anagram juga. Ayo kita mulai naik wahananya! Aku jelaskan di
dalam saja,” mata Danu berbinar-binar.
Selama mereka di dalam kapsul,
mereka saling memikirkan kemungkinan dari anagram tersebut. Tepat di puncak
London Eye, lampu pijar di kepala Danu menyala terang. Ia menyadari sesuatu.
Terlihat billboard British Council
yang berada di seberang sungai Thames. Di situ tertulis kalimat yang sama yang
sedang dipikirkan Danu, jawaban dari teka-teki Noel yang sudah memenuhi otaknya
dari pagi.
Creativity is GREAT.
-- The End --
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Cerpen ini ditulis dalam rangka lomba menulis cerpen #IGoToUK #CreativityisGREAT yang diadakan oleh Fantasious dan British Embassy Jakarta.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Karakter favorit saya dalam serial Game of Thrones adalah Missandei. Alasannya dia mempunyai kemampuan menguasai beberapa bahasa sekaligus di usia muda: High Valyrian, Ghiscari Valyrian, Dothraki, dan Bahasa Umum Westeros.
London Eye photo credit to 5Martyn5 at lumixgexperience.panasonic.co.uk
Missandei photo credit to HBO
London Eye photo credit to 5Martyn5 at lumixgexperience.panasonic.co.uk
Missandei photo credit to HBO