Monday, January 23, 2017

Koma

Terkadang, bukan sekadar kata-kata, yang buat kalimat bermakna, namun sebuah koma.

Wednesday, March 25, 2015

de-writings: The Riddle

 “Will you let me romanticize, the beauty in our London Skies,
You know the sunlight always shines, behind the clouds of London Skies.”

Lirik lagu yang dinyanyikan Jamie Cullum terdengar dari headphone yang terhubung ke iPod milik Danu. Lagu yang didengarnya tersebut berhasil sedikit menenangkan pikirannya yang masih berputar keras. Pesan misterius itu masih memenuhi otaknya.
“I TRACE STRATEGY VII”
Hanya sebaris kalimat itu yang tertera di sebuah kartu seukuran kartu pos, yang diterima Danu bersamaan dengan tiket pesawat dan dokumen perjalanan Jakarta – London. Sebaris kalimat yang tampak tidak memiliki arti, yang bahkan ketika dicari di mesin pencari Google tidak memunculkan hasil apa-apa. Namun kalimat itu seakan menantang untuk diartikan.
Seluruh perjalanan ini dibiayai oleh Noel Doyne, seorang seniman yang terkenal berkat keberhasilannya membuat The Yard, gelanggang teater berkonsep unik dari sebuah gudang tak terpakai. Perjalanan ini merupakan hadiah keberhasilan Danu dalam kompetisi desain interior dari proyek lain serupa The Yard di Indonesia. Noel merupakan salah seorang juri di kompetisi tersebut.
Petualangannya di kota London sudah dimulai dari pagi tadi, yang tentu saja langsung digunakannya untuk mengunjungi The Yard, karya Noel Doyne sang penyandang dana. Gelanggang teater yang berkelindan dengan bar dan tempat makan tersebut berada dekat dengan Stadion Queen Elizabeth Olympic Park, salah satu tempat penyelenggaraan Olimpiade 2012. Dari luar, tidak tampak gelanggang teater semacam Broadway, hanya tampak seperti gudang atau bahkan seperti hangar pesawat. Bahkan di dalamnya tidak juga tampak seperti gedung pertunjukan teater Broadway. Hanya tumpukan kursi berbeda bentuk yang disusun menjadi seperti kursi di gedung pertunjukan. Namun, kualitas akustik di dalamnya tidak kalah dengan Broadway. Konsep yang sangat luar biasa kreatif.
Bukan hanya karena ingin mengagumi konsep gelanggang teater tersebut, Danu juga ingin mencari petunjuk terkait teka-teki yang tertulis di kartu yang kini ada di genggamannya. Sebenarnya bisa saja Danu mengabaikan kartu tersebut jika saja di baliknya tidak terdapat tulisan tangan yang terbaca “Solve me! More rewards awaits.” Namun, setelah lama mengamati, tidak ada satu pun petunjuk mengenai suatu strategi, terlebih lagi strategi nomor tujuh yang tampak di The Yard.
Pasrah mencari petunjuk di The Yard, Danu memutuskan untuk kembali ke hotel tempatnya menginap di daerah dekat Tower of London. Sambil berjalan ke arah Stasiun Hackney Wick, tangannya sibuk memencet-mencet tombol ponselnya, menjawab pesan yang diterimanya dari Adinda, teman masa kecilnya yang sedang menempuh pendidikan di King’s College London. Mereka telah berkomunikasi sejak Danu masih di Indonesia, sepakat untuk saling bertemu di London. Belum sempat pesan yang diketiknya terkirim, ponselnya kembali bergetar. Sebuah pesan dari Noel diterima di ponselnya.
          “Dreamy giant eye looming from afar
          Against the Thames the shadows cast
          Chopsticks figure above bazaar
          Capsules going up and down too fast.”

Ah, teka-teki lagi. Noel memang seorang seniman yang suka dengan teka-teki.
Danu memutuskan untuk melanjutkan mengirimkan pesan yang tadi diketiknya.
“Mungkin Adinda bisa membantu memecahkan teka-teki ini,” pikir Danu. Ditunggunya Adinda di Stasiun Hackney Wick, tempat mereka berdua sepakat untuk bertemu.
“Nu! Sudah lama?” teriakan Adinda dari dalam stasiun memanggil Danu. Tangannya melambai-lambai menunjukkan keberadaannya di tengah kerumunan orang.
“Hey! ‘Nggak kok,” jawab Danu. “Adinda, kira-kira apa ya arti teka-teki ini?” tanya Danu sambil menunjukkan pesan yang tadi diterimanya.
“Ah, ini sih gampang. Giant eye, Thames, capsules. Jawabannya pasti London Eye. Eh, kebetulan dari stasiun ini bisa naik kereta ke sana. Kita turun di Stasiun Waterloo, lalu kita lanjutkan dengan berjalan kaki ke sana. Dekat kok,” Adinda menjelaskan. “Mau ke sana sekalian?”
“Sudah kuduga, kau pasti tahu. Tadinya aku sudah putus asa dan mau kembali ke hotel saja. Ayo lah!” Semangat Danu yang tadinya sudah menipis seperti kembali tersulut bara.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Setibanya di London Eye, atau yang disebut juga Millennium Wheel, hari sudah menjelang malam. Seperti deskripsi teka-tekinya, London Eye memang seperti mata raksasa yang melihat dari tepian sungai Thames. Untuk menyangga porosnya, terdapat dua tiang penyangga yang terlihat seperti sumpit menjulang tinggi. Yang disebut kapsul adalah wahana serupa yang dapat dinaiki untuk melihat kota London dari ketinggian. Lampu di tiap kapsul sudah dinyalakan, membuat London Eye terlihat sangat cantik, berpendar berwarna-warni.
“Selanjutnya apa lagi nih? Ada lagi yang kau cari di sini?” tanya Adinda.
“Entahlah. Petunjuk yang tersisa hanya kalimat “I TRACE STRATEGY VII” di kartu ini. Kira-kira ada yang kau ketahui tentang strategi nomor tujuh? Atau tentang pencarian strategi?” rasa putus asa Danu mulai menyeruak kembali.
“Hahaha. Tidak satu pun mengenai kalimat itu aku mengerti. Come on! Danu yang aku tahu tidak mudah putus asa. Just think out of the box!” Adinda malah tertawa melihat dahi teman masa kecilnya mulai berkerut.
“Tidak ada petunjuk lain selain kalimat itu. Bagaimana caranya aku menemukan jawabannya?” keluhan Danu semakin membanjir. “Sudah kucari melalui mesin pencari di internet, tetap tidak ada jawaban. Petunjuk lainnya hanya puisi yang menggambarkan London Eye ini.”
“Ah, mungkin penyandang danamu hanya ingin kau bersenang-senang di kota London ini, Kawan. Siapa namanya? Mungkin bisa kutanyakan ke penjaga tiket di sana,” Adinda menawarkan solusi.
“Noel Doyne. Seniman sinting. Bikin pusing saja. Ya sudahlah, ayo kita naik kapsul London Eye ini saja. Tanggung, sudah sampai di sini,” Danu mulai menyerah.
Adinda mulai berjalan untuk mengantre tiket masuk. “Nanti akan kutanyakan ke penjaga tiketnya.”
“Noel Doyne? Tunggu! Noel Doyne – London Eye. Namanya tampak seperti anagram buatku. Aha! Apa itu petunjuk juga?” pikir Danu dalam hati.
Adinda kembali membawa 2 tiket. “Nihil. Mereka bahkan tidak tahu siapa itu Doyne. Apalagi Strategy VII.”
“Tidak apa-apa. Itu anagram. Dan sepertinya teka-teki kita anagram juga. Ayo kita mulai naik wahananya! Aku jelaskan di dalam saja,” mata Danu berbinar-binar.
Selama mereka di dalam kapsul, mereka saling memikirkan kemungkinan dari anagram tersebut. Tepat di puncak London Eye, lampu pijar di kepala Danu menyala terang. Ia menyadari sesuatu. Terlihat billboard British Council yang berada di seberang sungai Thames. Di situ tertulis kalimat yang sama yang sedang dipikirkan Danu, jawaban dari teka-teki Noel yang sudah memenuhi otaknya dari pagi.

Creativity is GREAT.

-- The End --

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Cerpen ini ditulis dalam rangka lomba menulis cerpen #IGoToUK #CreativityisGREAT yang diadakan oleh Fantasious dan British Embassy Jakarta.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Karakter favorit saya dalam serial Game of Thrones adalah Missandei. Alasannya dia mempunyai kemampuan menguasai beberapa bahasa sekaligus di usia muda: High Valyrian, Ghiscari Valyrian, Dothraki, dan Bahasa Umum Westeros.



London Eye photo credit to 5Martyn5 at lumixgexperience.panasonic.co.uk
Missandei photo credit to HBO

Thursday, January 8, 2015

Bukan Makanan Ikan

Perempuan berseragam pramugari berdiri
pengeras suara mulai berbunyi
tekanan udara menyesak
alat bantuan pernapasan menyeruak

Kanan Kiri, terlihat sibuk
komat-kamit doa sambil terduduk
denyut jantung jangan ditanya
dag-dig-dug darah terpompa

Pecah
Ingatan lama banyak muncul
Yang mengaku atheis pun menyebut nama Tuhan

Air laut mendesak masuk
pekat terasa hingga ke rusuk

Bukan! Kami bukan makanan ikan
Bahkan, jangan hanya selamatkan badan
Keluarga kami di rumah tidak butuh publikasi
berlebihan berita pagi-sore tanpa henti

Bukan! Kami bukan makanan ikan
Apalagi makanan media dan wartawan
Jangan jadi bahan amarah menteri
Lebih baik urusi air mata keluarga kami


Kurniawan Wahyu I
Jakarta, 08 Januari 2015

Didedikasikan untuk Para Korban Air Asia QZ8501

Friday, December 5, 2014

de speak: Di Mana atau Dimana?

Tergelitik dari pengalaman pribadi penulis: ada rekan kerja yang membuat Meeting Plan Summary (MPS) untuk perjalanan dinas menteri. Dia menuliskan kata "Dimana..." sebagai sebuah judul sub-konten dari MPS tersebut. Seketika saya memberikan komentar mengenai hal tersebut yang berujung perdebatan.

Jujur, sekarang saya lebih malas berdebat dibandingkan dengan saya dulu. Kalo dulu, ada yang ngajak debat dan saya merasa benar, saya pasti akan meladeni sampai tuntas. Tapi sekarang masih mikir-mikir, apakah hasil dari perdebatan itu sepadan dengan energi yang dikeluarkan.

Untuk menjawab permasalahan tersebut, akan saya uraikan penjelasan saya:

"Di" mempunyai dua fungsi, yang sering menyebabkan salah kaprah dalam penulisannya, yaitu:
1. "Di" sebagai awalan, imbuhan yang diletakkan di awal kata. "Di" di sini menunjukkan kata pasif, contohnya: dipuji, dihormati, diwawancarai, dilakukan, dipenjara, dan lain-lain.
2. "Di" sebagai preposisi atau kata depan. Kata "di" di sini menunjukkan tempat, contohnya: di Bogor, di rumah, di kantor, di penjara, dan lain-lain.

Ada cara yang mudah untuk membedakan keduanya. Seperti keterangan di atas, "di" sebagai awalan merupakan kata pasif. Jadi untuk membedakannya cukup ganti awalan "di" dengan "me". Apabila kata tersebut mempunyai arti, maka "di" dalam kalimat itu adalah awalan. Jika tidak, maka "di" dalam kalimat tersebut adalah preposisi. Simpel, kan?

Nah, sekarang kembali ke persoalan, apakah kata "dimana" dapat diubah menjadi aktif dengan mengganti "di" dengan "me"?

Catatan:
Ada yang sadar nggak kalo di contoh tadi ada yang hampir mirip? Yap, kata "di penjara" dan "dipenjara". Keduanya benar dan dapat dituliskan di dalam kalimat, tergantung kalimat dan maksud kata dalam kalimat tersebut. Apakah kata "penjara" sebagai penunjuk tempat atau kata kerja?

Thursday, December 4, 2014

de speak: Berbahasa Benar


 Izinkan saya memulai dengan gambar di atas.
Ini adalah lanjutan dari seri berbahasa yang direncanakan sejak lama hadir di blog ini. Seperti di laman blog saya yang sebelumnya tentang bahasa, di sini, semua orang berbahasa bermula dari kesalahan. Agar tidak melulu salah, saya berinisiatif untuk membuat tulisan ini.

Seperti gambar di atas: Do not correct a fool, or he will hate you; correct a wise man, and he will appreciate you. Tulisan ini dimaksudkan untuk mengoreksi orang yang berbesar hati memperbaiki kesalahan sendiri sambil nantinya dapat mengoreksi orang lain.



Ada yang sudah bisa menebak apa kesalahannya?
Ini kesalahan yang umum terjadi, apalagi di Indonesia.
1. Penggunaan to be yang salah, sehingga mengubah makna. Kalo diartikan, tulisan "We were offers some serious satisfaction to you" berarti "dulu kami menawarkan kepuasan" sekarang udah nggak :D. Seharusnya "We are offering..."
2.  Ini kesalahan minor sih, tapi sering.. "Discover our five selection of steak". Kalo jamak (plural) kan harusnya "Discover our five selections of steak.

Demikian sedikit koreksi untuk teman-teman di hotel *******, semoga ikut baca, hehe..
Salah itu manusiawi, tapi salah berulang itu keledaiwi *maksa.


Semangat berbahasa benar!

Friday, November 28, 2014

Basah.


hujan
satu kata banyak rintikan
kumpulan tetes air
jatuh dari rombongan awan

wanginya meninggalkan kenangan
campuran bau air dan tanah
bagaimana bisa lupa

Lihat anak kecil
berlarian di tengah hujan
kita kapan

tanpa harus tanggalkan pakaian
tanpa harus tutup kepala
biarkan

banyak yang benci hujan
sebabkan banjir katanya
saatnya bertanya
itu salah siapa

marilah berdua
berlarian di tengah hujan
kapan-kapan

tanpa harus tanggalkan pakaian
tanpa harus tutup kepala
biarkan.

Kurniawan Wahyu
03/05/2014

Wednesday, October 22, 2014

de speak: Smartphones. Dumb Users.




Hello World!

Menulis postingan kali ini hampir seperti masa mengandung dan melahirkan bayi manusia. Tepat 8 bulan sejak postingan terakhir di blog ini.

Postingan kali ini membahas sesuatu yang seharusnya semua yang melek Internet tahu, Media Sosial atau di bahasa aslinya Social Media.

Sebelum menuju topik utama, ada setidaknya dua hal menarik yang terjadi ketika penulisan postingan ini:
1. Sebelum masuk ke halaman editor blog ini, terlihat postingan bertema serupa dari AngsaJenius di kolom reading list berjudul SOCMED, KEPLESET PAMER.
2. Lalu melihat daftar postingan sendiri, ternyata ada draft postingan yang belum diterbitkan, tertanggal 26 Februari 2014 yang isinya sebagai berikut:

Ternyata keinginan untuk menulis mengenai media sosial ini sudah lama ada di kepala! Kemudian DHUARR! Seakan seluruh alam semesta ini ikut mendukung.

Nah, lanjut dari draft yang terlupa, nih. Siapa sih yang sekarang tidak punya akun Facebook atau Twitter? Kemunculan internet di Indonesia pada awal 90-an hingga berjamurnya penggunaan media sosial pada dekade ini ternyata punya banyak efek. Menurut opini saya (saya bilang opini karena belum didukung riset yang mendalam, hanya dapat dirasakan secara kasat mata), beberapa efek positifnya:

  1. Ekonomi bertumbuh lebih cepat.
  2. Adanya kemudahan menerima informasi bahkan dari tempat yang sangat jauh berbeda.
  3. Sesuatu SANGAT MUDAH dicari di internet: dari penjelasan mengenai Teori Relativitas milik Albert Einstein hingga cara membuat sayur lodeh bisa didapat di internet.

Nah, Internet ini sangat berkembang didukung juga dengan perkembangan teknologi Smartphone (ponsel pintar) dengan berbagai merek dan berbagai sistem operasi yang digunakan. Orang dengan sangat mudah mencapai internet di mana saja, kapan saja. Sayangnya hal ini menjadikan beberapa hal berkembang ke arah negatif. Beberapa yang bisa saya tangkap sebagai berikut:


1. Budaya pamer
Budaya pamer ini sih sebenernya bisa saja diarahkan menjadi positif, tapi sepertinya memang banyak negatifnya, IMHO. Hashtag twitter dan instagram yang berisi #OOTD atau Outfit of The Day termasuk salah satu contoh yang bisa saja "Kepleset pamer", kalau mengambil istilah AngsaJenius. Lebih banyak dibahas di link postingan dari AngsaJenius di atas.

2. Budaya serba-instan
Dari efek positif di atas, sesuatu sangat mudah dicari di internet. Tetapi, hal ini membuat banyak dari kita menginginkan sesuatu dengan instan, segera, secepatnya, tanpa mau tahu dengan prosesnya. Kalau bisa, segala sesuatunya asal bisa dibayar, kelar!

3. Budaya mencela
Dalam hidup, tidak semua berjalan sesuai dengan keinginan kita. Kadang-kadang, kita menggunakan media sosial untuk curhat, bahkan cenderung mencela. Kasus Florence Sihombing menjadi salah satu contohnya. Tidak puas dengan pelayanan publik, dengan enteng menghina banyak pihak, meskipun kemudian meminta maaf. 

4. Budaya cyber-bullying
Nah, ini sebenarnya hampir sama dengan budaya mencela, tapi dengan spesifik ke akun/orang tertentu dan cenderung dilakukan secara berjamaah. Dalam kasus Florence Sihombing di atas, publik di dunia maya dengan enteng pula mencela, mengedit foto, menjelek-jelekkan Flo, yang notabene juga manusia biasa. Just imagine if you're standing on her shoes.

5. Budaya tanpa tabayyun
Pesan berantai di BBM mungkin saja salah satu fitur yang berguna ketika mengundang banyak orang menghadiri acara yang kita adakan. Mengunggah status mengenai keadaan seseorang (entah melahirkan atau meninggal) bisa saja sangat berguna untuk orang yang peduli. Tetapi nyatanya, banyak pesan berantai yang langsung disebar ulang tanpa tabayyun, tanpa konfirmasi, tanpa klarifikasi. Hal ini sangat merugikan, apalagi jika berita yang disebar ternyata adalah hoax (berita palsu).

6. Opini mengalahkan fakta

Efek ini sangat bahaya! Sekarang, sebuah isu yang menjadi trending topic di Twitter kemudian menjadi sebuah kebenaran. Banyak dibicarakan menjadi banyak dipercaya.
Padahal, media sosial bisa jadi merupakan sebuah hasil rekayasa.

Buat yang mau tahu tentang hal-hal bodoh yang kemudian kita lakukan sejak adanya smartphone bisa cek link ini.


*kretek-kretek* *ngulet 'dikit*

Cukup lelah membuat postingan ini ternyata, setelah sekian lama tidak menulis.
Hehehe.

Buat pembaca, terima kasih sudah membaca opini yang melip ini. 

Friday, February 21, 2014

de speak: the way to say.



Postingan kali ini bahas cara berbahasa. Tidak hanya berbahasa asing, tetapi juga berbahasa Indonesia dan berbahasa daerah. Terinspirasi dari tweet saya sendiri beberapa hari yang lalu yang muncul dari kegelisahan diri melihat beberapa cara berbahasa yang keliru, khususnya Bahasa Inggris, dalam postingan teman-teman di media sosial. Berikut tweet lengkapnya:


You may call me Grammar Nazi, I don't care. 
Semua belajar berbahasa dari kekeliruan. Semua belajar dari ketidaktahuan. Tetapi mencukupkan diri itu bentuk kemalasan. 

Happy learning, Guys.

Sehubungan dengan postingan ini, di postingan selanjutnya akan muncul koreksi berbahasa dari yang ditemui di sosial media. Akan muncul seri berbahasa di blog ini. I'm excited! 


Thursday, February 20, 2014

de crap: the blogger, the new beginning

The End is always the new Beginning.

2014 merupakan tahun kuda katanya. But the beginning of this year is not a good start. Kemungkinan memang seperti Kuda, tapi yang mesin diesel, jadi panas di akhir. :D

Eh, by the way, ini postingan pertama setelah sekian tahun, yap SEKIAN TAHUN, tidak posting di blog ini maupun di blog yang lain.

Ide menulis lagi muncul dari beberapa inspirasi, dari mulai membaca buku mengenai Timnas U-19 yang lagi hot-hotnya, sampai yang terakhir adalah baca blog si AngsaJenius dan dilanjutkan dengan obrolan melalui layanan pesan di sebuah socmed ke sang blogger. Obrolan tersebut menghasilkan aura yang sangat positif, semangat menulis lagi, bahkan ide untuk bikin joint post.

Sehubungan dengan kalimat yang pertama di atas itu, hehehe, yes, it has ended. Another reason to move up and move on.



p.s.: postingan ini disertai keinginan si blogger buat konsisten menulis paling tidak dua kali seminggu.

Tuesday, December 28, 2010

de story: the pace is too fast, my friend.

postingan kali ini bercerita tentang UAS

pekan ini adalah pekan UAS
pekan di mana mahasiswa harus belajar dan mempertaruhkan hasil kuliah dalam satu semester ke dalam sebuah bentuk ujian tertulis di akhir semester
belajar itu sebuah keharusan jika mahasiswa tersebut menginginkan nilai yang baik pada mata kuliah yang diikutinya

ceritanya: saya adalah seorang mahasiswa
semester ini saya hanya mengambil 2 mata kuliah: tata tulis dan komunikasi ilmiah (TA 1) dan tugas akhir (TA 2)
ya, tugas akhir

di mata kuliah yang disebutkan pertama, saya telah mengambilnya kira2 2 semester yang lalu. saya mengambil kembali mata kuliah ini bukan untuk memperdalam pengetahuan saya, tetapi karena adanya peraturan yang mengharuskan mahasiswa mengambil kembali kuliah ini jika setelah dua semester masih belum mengikuti seminar proposal, maka harus mengambil kembali mata kuliah ini.

singkat cerita: karena sudah pernah mengambil maka saya tidak pernah mengikuti kuliahnya sama sekali.
sebenarnya oleh sang dosen diperbolehkan, namun akibatnya adalah banyak perkembangan dan perubahan yang sama sekali tidak diketahui oleh saya.
pertama: harus ikut UTS lagi dan saya TIDAK IKUT dan harus mengikuti susulan UTS agar nilai TA 1 bisa keluar
kedua: ada UAS juga!!

di poin kedua inilah yang akan ceritakan sekarang
ceritanya, hanya ada dua orang yang ga ikut UTS dan harus ikut susulan, saya dan teman saya, sebut saja Bunga (22 tahun)
saya dijanjikan oleh bunga untuk mengurus uts susulan bareng, dengan keadaan saya masih juga belum tahu bahwa ada uas juga

sebelum uas, si bunga ini sudah saya hubungi lewat fesbuknya, menanyakan hal tentang susulan itu. dia menjawab, "oh nanti aja, setelah natal kita urus." dia emang beragama nasrani.
sampai tadi malam, saya lihat chatting fesbuknya online. lalu kutekan tombol untuk memulai percakapan itu.
eh ternyata orangnya udah offline

malam semakin larut, dengan keadaan santai tanpa beban uas, saya melakukan apa yang biasa saya lakukan di lab (bukan yang aneh2 yaa...) termasuk chatting fesbuk dengan junior saya di sma
sampai jam 3 pagi, kulihat ibu pertiwi, eh, bukan, kulihat lagi ternyata si bunga ini online lagi
langsung kutekan tombol chatting, dan kemudian terjadilah percakapan itu...
saya (C): oioi
udah di bandung?
kapan mau ngurus UTS nih
bareng aja yuk
bunga (B): ikut uas aja dl wan
C: hah?? (dengan sangat syokk!)
Bkan klo uts susulan abis uas
gt
bsk uas TA1
C: ada uasnya juga?
jam brapa?
B: iyoooo...
dateeeeeeeeeeeeeng!!
skarang jam stgh 8
dateng aja wan plus bawa proposal
cm disuruh crita proposal aja katanya


...................................................
begitulah sodara-sodara
uas mulai jam setengah delapan
baru tau jam tiga pagi
belum belajar
belum tidur 
belum sembuh dari rasa syokk
belum tau mau tidur atau belajar

akhirnya diputuskan untuk...
TIDUR SAJA
hahaha
urusan uas setelah tidur :p
turns out to be good
uas lancar
karena bener2 nanyain cuma isi proposal
agak lupa inget gitu deh...

sekian postingan kali ini
*masih syokk dengan keinginan untuk tidur lagi
hoahemm... 'O'

selamat pagi
selamat tidur...